Andai Aku FPI

*Andai Momon FPI, maybe sudah Momon bantah itu orang-orang yang suka pakai dalih hadits buat mengcover sikapnya. Andai Momon FPI. Oh andai Momon FPI dan FPI adalah Momon adanya.

Sungguh engga habis pikir. Eh salah, sungguh habis pikiran Momon. Habis-habisan memikirkan itu ada teman Momon yang berbuat aneh. Sungguh aneh memang negara ini. Oh salah, sungguh aneh memang orang-orang di negara ini. Macam-macam rupanya. Macam-macam bentuknya. Macam-macam profesinya. Macam-macam pula sikapnya. Itu ada teman Momon. Teman dekat, teman tapi mesra. Dahuluuu tapinya. Sekarang entah dikata. Ups salah, sekarang mau dikata mesra sepertinya sudah tidak lagi. Mungkin begitu wajarnya sebuah pertemanan ketika terpisahkan jarak. Bahkan bisa jadi juga karena terpisahkan oleh status. Status Momon untuk “I’m married”. So what? You think that is a competition? I married first so I won so I needn’t to know you’ll be married? Kompetisi pun bukan sebuah alasan yang wajar untuk tidak sekadar membenarkan berita gembira. Alih-alih membuat Momon berprasangka telah ditipu oleh isu. Kalau berita gembira dibenarkan siapa yang tahu Momon berdoa? Kalau belum jadi berita gembira toh Momon bisa berdoa.
Momon perempuan. Teman Momon juga perempuan. Momon anggap kita berteman. Jadi pernyataannya sudah bukan lagi seperti ini: adalah wajar perempuan menganggap perubahan status sebagai bagian dari kompetisi sesama perempuan, tapi bolehlah Momon ganti sebagai pertanyaan: adakah wajar kamu hei perempuan, mengganggap perubahan status sebagai kompetisi? Bukan apa-apa, bukan karena suami saya ganteng dan kaya. :P Bukan ah. Engga nyambung ah kalo yang itu. Bukan, bukan karena hal-hal yang sifatnya materialistis, yang bisa dilihat, dirasa, dan diindrakan. Soalnya Momon berteman sama kamu hei perempuan, karena hal-hal yang sifatnya afektif. Tahu kan afektif? Engga tahu? Ya sudahlah…susah menjelaskannya. Lebih mudah dirasakan oleh kamu sendiri, hei perempuan.
Sungguh habis pikiran Momon. Itu teman Momon berdalih, ‘pinangan bukan untuk diumumkan. Saya baca kok say, haditsnya’.
Sungguh tidak habis pikir….betapa gampangnya Momon untuk membolak-balikkan ini hadits.
Jikalau memang demikian mudahnya kita mengartikan hadist yang kamu baca, hei perempuan, lalu adakah buah manfaatnya kalau Momon engga tahu kamu hei perempuan, telah dilamar?
Semuanya, kawan, sungguh semuanya yang ada dalam agama Momon, ada manfaatnya. Kamu dengar apa kata Nabi kan? Oh tentu kamu engga pernah dengar. Karena Momon sendiri juga engga pernah dengar. Kita hidup dalam masa ratusaaaan tahun setelah Nabi wafat, kata Ibu Guru Agama dan Bapak Guru Sejarah. Tentu kamu dan Momon tidak pernah mendengarnya. Kita hanya pernah membaca recordnya. Bukti tertulis. Hadits. Dan adakah kamu hei perempuan, baca kelanjutan, makna, dan sebab musabab hadits itu diteruskan oleh Nabi pada umatNya?
Sungguh, tidak habis pikir apa jadinya kalo Momon ternyata adalah FPI.
Dan sungguh habis pikiran Momon kalo ternyata Momon yang justru diprotes habis-habisan oleh FPI.
Aneh memang. Oh salah, maaf. Unik memang. Unik,  orang-orang di negara ini. Macam-macam rupanya. Macam-macam bentuknya. Macam-macam profesinya. Macam-macam ilmunya. Macam-macam pula sikapnya.
Seperti teman Momon.
Seperti Fahira Idris.
Seperti FPI.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ini Itu Bukanlah Begitu

Ingin aku



Ingin...





Ingin Momon bunuh blog ini.
Akibat tak suka lagi menulis.
Akibat sudah ada itu beberapa kawan yang kenal.
Akibat bos rampung cekidot.
**Jadi engga bisa ngomongin bos.
Padahal memang engga pernah ngomongin bos. :P
Akibat..................................males.
Dan sakit hati yang jadi buffernya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS