Guru Oh Guru-Sebuah Episode yang Menyedihkan

Hari ini hari Jumat. Hari Jumat ini refleksi hari Guru. Momon jadi inget masa-masa sekolah. Masa yang penuh dengan cita-cita. Dan betapa semangat, harapan, dan segala penolakan atas hal-hal yang sifatnya negatif begitu cantiknya bergelora selaras dengan semesta. Masa-masa sekolah, dimana sebenarnya Momon biasa saja, tapi diberi beberapa kesempatan ikut lomba. Sehingga tahu dunia. Banyak kawan. Dan disukai para cina. (apa hubungannya cari sendiri lah). :P

Tapi di sekolah juga sering Momon bosan. Bosan karena Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang sering bediri di depan seringkali bicara dengan bahasa yang sulit dimengerti. Bukan, bukan karena Momon bodoh. Tapi karena Momon lekas bosan saja.
Pak Fisika : Mon, ada apa denganmu? Kenapa nilai kamu biasa-biasa saja. Malah ulangannya jelek. Padahal kalau saya lihat kamu pinter. Ada apa di kelas? Kok saya lihat kamu kurang bergairah belajar.

Tanya beliau suatu ketika di kelas 2 SMA. Guru Fisika tahun sebelumnya sangat suka Momon. Dan Bonita. Meskipun nilai kami engga yang tertinggi di kelas. Tapi kami pernah menjabarkan rumus di depan kelas. Dua jam. Menggantikan beliau mengajar. Dahsyaat. Dahsyat gilanya, maksud Momon. :P Padahal engga pinter. Jadinya ya engga tahu bener salahnya. hehe.

Momon : (menjawab Pak Fisika 2) hehe..engga ada apa-apa kok, Pak.
Pak Fisika engga percaya. Keliatan dari wajahnya.
Momon : (baiklah...hmm) saya cuma terlambat belajar aja Pak. Kaya kemarin UHT, saya belum selesai belajarnya.

Berbohonglah Momon. Momon engga tertarik sama beliau. Sama sekali engga menarik hati cara mengajarnya. Bahkan, bahasa beliau jauh berbeda dengan Momon. Momon susah, sangat susah mengikuti pelajaran. Akhirnya mencari pelampiasan.

Membolos dan membolos. Terlambat beberapa jam dan teruslah seperti itu. Surat ijin dokter palsu dan berdosalah selalu. Orang serumah paham. Paham bahwa Momon bolos karena alasan-alasan tertentu. Or males, kata sederhananya. Tapi karena pinter, boleh bolos. hehe. Itulah hebatnya Ibu. Momon senang sekali sama Ibu.

Sampai suatu hari Ibu dipanggil sekolahan. "Anak Anda tercatat sering sekali terlambat dan sering pula tidak masuk sekolah". Momon dendam sekali. Gara-gara Wakasek. Mergokin Momon telat en engga bisa disuap. (haiyahh..sudah besar ngapain disuapin). Beliau kekeuh memeriksa itu BP punya catatan 'kriminal'. Diseretlah Momon dan orangtua ke 'pengadilan'. Wali kelas cuma kalem. Seems like he known everything would be okay.

Ibu sudah selesai diinterogasi, Momon kemudian. Jelas saja Momon engga bisa dan engga berminat menjawab. Ibu rupanya juga demikian. Beliau mengerti Momon, makanya engga jawab juga. Momon sukaaa sekali sama Ibu. hehe..

Tapi pulang ke kelas, Momon nangis juga. Hebat. Lihatlah Momon. Anak putri baik-baik, pinter, aktif, tapi justru satu-satunya murid di SMA itu yang dipanggil orangtuanya gara-gara terlalu sering bolos dan telat. Hebat bukan.................................preman aja kalah.hehe.


Mas Dono (guru les) : Kenapa Mon? kok lesu gitu?
Momon : hmm..engga apa-apa Mas. Momon.....males sekolah.
Momon jujur ke guru-guru les.
Mas Dono yang baik: Yah. Bagus.
Jawaban di luar dugaan.
Mas Dono terus bercerita tentang para ilmuwan, segala absurditas dan anomali mereka. Momon selalu suka les. Menyenangkan dan jadi paham. Mas-mas yang jadi guru les selalu mengajak tersenyum, tertawa, berbagi segala cerita tentang istri dan anak, selain mengajak belajar. Selain mengajak Momon untuk tahu kenapa harus belajar ini dan itu. Mengapa fisika bisa begini dan kimia bisa begitu. Segala yang indah disampaikannya oleh mereka.
Sedikit beda dengan Bapak-bapak dan Ibu-ibu di sekolah. Mungkin, bukan Bapak-bapak dan Ibu-ibu tak mau menjadi seperti Mas-mas guru les. Mereka cuma tidak sempat saja. Atau tidak tahu caranya. Barangkali....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar